Rabu, 21 Desember 2016

LAPORAN PRAKTIKUM TEST PENDENGARAN



LAPORAN PRAKTIKUM
TEST PENDENGARAN


https://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTlkHyLAVJfhyASQLg3dqZLrggMbT3DLw0Q-yBr7_bqNp21LTCw



Di Susun Oleh:
SILVY YULIANINGSIH (15.046)



PROGRAM STUDY DIII KEPERAWATAN
AKADEMI KEPERAWATAN SERULINGMAS CILACAP
Jalan Raya Maos 505 Maos-Cilacap Telp.(0282-69452),Fax.0282695425
TAHUN AKADEMIK 2016/2017



LAPORAN PRAKTIKUM TEST PENDENGARAN
    A.       Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong, sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basalis dan membran tektoria.
Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran ( area 39 – 40 ) di lobus temporalis. 8,9,19

     B.       Jenis-Jenis Gangguan Pendengaran
Tuli atau gangguan dengar adalah kondisi fisik yang ditandai dengan penurunan atau ketidakmampuan seseorang untuk mendengarkan suara. Gangguan pendengaran dapat dikategorikan berdasarkan letak atau bagaian apa yang mengalami kerusakan pada sistem auditorik. Terdapat tiga tipe dasar dari gangguan pendengaran, yaitu tuli konduktif, tuli sensorineural, dan tuli campuran.


1.    Tuli Konduktif
Tuli konduktif terjadi ketika bunyi tidak dapat disalurkan masuk melalui liang telinga luar menuju ke membrana timpani dan diteruskan ke tulang pendengaran (ossicle), di telinga tengah. Tuli konduktif biasanya melibatkan suatu reduksi dari tingkatan bunyi, atau kemampuan untuk mendengar bunyi. Tipe ketulian ini dapat dikoreksi dengan terapi medis ataupun dengan pembedahan.
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan tuli tipe konduktif, misalnya :
a.    Kondisi yang berhubungan dengan kelainan seperti cairan yang terdapat pada telinga tengah yang berasal dari sekret di hidung (rhinore), alergi (serous otitis media), fungsi tuba eustachi yang menurun, otitis media, perforasi dari membran timpani, tumor benign.
b.    Adanya serumen
c.    Infeksi pada liang telinga (otitis eksternal)
d.   Adanya benda asing pada liang telinga
e.    Adanya kelainan yang terjadi pada telinga luar, liang telinga, ataupun telinga tengah.
2.    Tuli Sensorineural
Tuli sensorineural terjadi ketika nervus dan sel-sel rambut yang terdapat di telinga dalam (koklea) mengalami kerusakan dan tidak dapat mentransmisikan sinyal-sinyalnya ke otak. Setiap pasien mempunyai keluhan yang sama yaitu dapat mendengar bunyi namun tidak dapat mengerti secara jelas apa yang dikatakan oleh suara tersebut. Proses penuaan adalah penyebab tersering dari ketulian tipe ini.
Selain itu, tuli sensorineural dapat disebabkan oleh trauma pada saat lahir, obat-obatan yang ototosik, serta sindrom genetik. Tuli sensorineural juga dapat terjadi sebagai akibat dari paparan suara yang bising dalam frekuensi sering, virus, trauma kepala, dan tumor.


3.    Tuli Campuran
Pada tipe ini, seseorang biasanya mengalami dua tipe ketulian, dan ini disebut tuli campuran. Bentuk ini digunakan ketika kedua bentuk dari tuli konduktif dan tuli sensorineural ada bersamaan pada satu telinga. Tuli tipe ini terjadi karena adanya interferensi dari impuls-impuls saraf ditingkat korteks pendengaran. Kelainan terdapat pada lintasan saraf pendengaran dan reseptor suara pada tingkat kortikal.

     C.       Tes Garpu Tala
Tes garpu tala adalah suatu tes untuk mengevaluasi fungsi pendengaran individu secara kualitatif dengan menggunakan alat berupa seperangkat garpu tala frekuensi rendah sampai tinggi 128 HZ-2048 Hz. Satu perangkat garpu tala memberikan skala pendengaran dari frekuensi rendah hingga tinggi akan memudahkan survei kepekaan pendengaran.
Cara menggunakan garpu tala yaitu garpu tala di pegang pada tangkainya, dan salah satu tangan garpu tala dipukul pada permukaan yang berpegas seperti punggung tangan atau siku. Perhatikan jangan memukulkan garpu tala pada ujung meja atau benda keras lainnya karena akan menghasilkan nada berlebihan, yang adakalanya kedengaran dari jarak yang cukup jauh dari garpu tala dan bahkan dapat menyebabkan perubahan menetap pada pola getar garpu tala.
Ada 4 jenis tes garpu tala , yaitu:
1.    Tes Rinne
a.    Tujuan
Membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang pada satu telinga penderita.
b.    Cara Pemeriksaan
1)        Bunyikan garpu tala frekuensi 512 Hz, letakkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid penderita (posterior dari MAE) sampai penderita tak mendengar, kemudian cepat pindahkan ke depan MAE penderita. Apabila penderita masih mendengar garpu tala di depan MAE disebut Rinne positif. Bila tidak mendengar disebut Rinne negatif.
2)        Bunyikan garpu tala frekuensi 512 Hz, kemudian dipancangkan pada planum mastoid, kemudian segera dipindahkan di dpan MAE, kemudian penderita ditanya mana yang terdengar lebih keras. Bila lebih keras di depan disebut rinne positif, bila lebih keras di belakang disebut rinne negatif.
c.    Interpretasi
Normal: Rinne positif
1)        Tuli konduksi : Rinne negative
2)        Tuli sensori neural : Rinne positif
Kadang-kadang terjadi false Rinne (pseudo positif atau pseudo negatif) terjadi bila stimulus bunyi di tangkap oleh telinga yang tidak di tes, hal ini dapat terjadi bila telinga yang tidak tes pendengarannya jauh lebih baik daripada yang di tes.
Kesalahan pada pemeriksaan ini dapat terjadi bila :
a.    Garpu tala diletakkan dengan baik pada mastoid atau miring, terkena rambut, jaringan lemak tebal sehingga penderita tidak mendengar atau getaran terhenti karena kaki garpu tala tersentuh aurikulum.
b.    Penderita terlambat memberi isyarat waktu garpu tala sudah tak terdengar lagi, sehingga waktu di pindahkan di depan MAE getaran garpu tala sudah berhenti.

2.    Tes Weber
a.    Tujuan
Membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga penderita
b.    Cara Pemeriksaan
Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan, kemudian tangkainya diletakkan tegak lurus di garis median, biasanya di dahi (dapat pula pada vertex, dagu atau pada gigi insisivus) dengan kedua kaki pada garis horisontal. Penderita diminta untuk menunjukkan telinga mana yang tidak mendengar atau mendengar lebih keras . Bila mendengar pada satu telinga disebut laterisasi ke sisi telinga tersebut. Bila kedua telinga tak mendengar atau sama-sama mendengar berarti tak ada laterisasi.
c.    Interpretasi
1)   Normal : Tidak ada lateralisasi
2)   Tuli konduksi : Mendengar lebih keras di telinga yang sakit
3)   Tuli sensorineural : Mendengar lebih keras pada telinga yang sehat
Karena menilai kedua telinga sekaligus maka kemungkinannya dapat lebih dari satu.
Contoh : lateralisasi ke kanan, telinga kiri normal, dapat diinterpretasikan :
-          Tuli konduksi kanan, telinga kiri normal
-          Tuli konduksi kanan dan kiri, tgetapi kanan lebih berat
-          Tuli sensorineural kiri, telinga kanan normal
-          Tuli sensorineural kanan dcan kiri, tetapi kiri lebih berat
-          Tuli konduksi kanan dan sensori neural kiri.

3.    Tes Schwabach
a.    Tujuan
Membandingkan hantaran lewat tulang antara penderita dengan pemeriksa
b.    Cara pemeriksaan :
Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan kemudian tangkainya diletakkan tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa, bila pemeriksa sudah tidak mendengar, secepatnya garpu tala dipindahkan ke mastoid penderita. Bila penderita masih mendengar maka schwabach memanjang, tetapi bila penderita tidak mendengar, terdapat 2 kemungkinan yaitu Schwabah memendek atau normal.
Untuk membedakan kedua kemungkinan ini maka tes dibalik, yaitu tes pada penderita dulu baru ke pemeriksa.
Garpu tala 512 dibunyikan kemudian diletakkan tegak lurus pada mastoid penderita, bila penderita sudah tidak mendengar maka secepatnya garpu tala dipindahkan pada mastoid pemeriksa, bila pemeriksa tidak mendengar berarti sam-sama normal, bila pemeriksa masih masih mendengar berarti schwabach penderita memendek.
c.    Interpretasi :
-          Normal : Schwabach normal
-          Tuli konduksi : Schwabach memanjang
-          Tuli sensorineural : Schwabach memendek
Kesalahan terjadi bila :
-       Garpu tala tidak di letakkan dengan benar, kakinya tersentuh sehingga bunyi menghilang
-       Isyarat hilangnya bunyi tidak segera diberikan oleh penderita.

4.    Tes Bing (Tes Oklusi)
a.    Tes Bing adalah aplikasi dari apa yang disebut sebagai efek oklusi, dimana garpu tala terdengar lebih keras bila telinga normal ditutup.
b.    Cara pemeriksaan
Tragus telinga yang diperiksa ditekan sampai menutup liang telinga, sehingga terdapat tuli konduktif kira-kira 30 dB. Garpu tala digetarkan dan diletakkan pada pertengahan kepala (seperti pada tes Weber).
c.    Interpretasi
- Bila terdapat lateralisasi ke telinga yang ditutup, berarti telinga   tersebut normal.
- Bila bunyi pada telinga yang ditutup tidak bertambah keras, berarti telinga tersebut menderita tuli konduktif. 



DAFTAR PUSTAKA

Heryati, Euis.Diakses pada 7 Desember dari tohap.heck.in/files/pengukuran-fungsi-pendeng.pdf

Kozier. Erb. 2010. Buku ajar fundamental keperawatan (konsep, proses, & praktek). Jakarta: EGC


 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar