Senin, 21 November 2016

Kolostomi



PERAWATAN KOLOSTOMI

    A.       Pengertian Tindakan
Penyakit tertentu menyebabkan kondisi-kondisi yang mencegah pengeluaran feses secara normal dari rektum. Hal ini menimbulkan suatu kebutuhan untuk membentuk suatu lubang (stoma) buatan yang permanen atau sementara. Lubang yang dibuat melalui upaya bedah (ostomi) dibentuk di ileum (ileostomi) atau di kolon (kolostomi). Lokasi kolostomi ditentukan oleh masalah medis dan kondisi umum klien. Ada tiga jenis bentuk kolostomi, yaitu:
1.    Loop colostomy
Biasanya dilakukan dalam keadaan darurat
2.    End colostomy
Terdiri dari satu stoma dibentuk dari ujung proksimal usus dengan bagian distal saluran pencernaan. End colostomy adalah hasil pengobatan bedah kanker kolorektal.
3.    Double colostomy
Double-Barrel colostomy terdiri dari dua stoma yang berbeda stoma bagian proksimal dan stoma bagian distal (Perry & Potter, 2005).

Ini juga menentukan konsistensi feses, ostomi yang sering mengeluarkan feses cair (ileostomi) menyebabkan diperlukan perawatan ekstra, seperti pergantian kantung. Kantung ostomi digunakan untuk mengumpulkan feses. Sistem kantung yang efektif melindungi kulit, menampung materi feses, bebas dari bau yang tidak sedap, dan memberikan rasa nyaman serta tidak menarik perhatian orang. Peran perawat selain menjaga kondisi kantung ostomi, juga mempertimbangkan lokasi ostomi, ukuran, tipe dan jumlah keluaran stoma, aktivitas fisik klien, keinginan pribadi klien, usia, dan keterampilan klien, serta biaya peralatan (Potter & Perry, 2005).
Kantung harus dikosongkan, dicuci, dan jika sistem ostomi dua-buah kantung digunakan, kantung tersebut harus diganti sepanjang hari. Perawatan kulit juga penting untuk mencegah kulit terpapar pada feses yang dapat membuat iritasi. Untuk kolostomi di kolon sigmoid atau transversal, pengosongan kantung lebih jarang (Potter & Perry, 2005).

     B.       Jenis kolostomi berdasarkan lokasinya
Jenis kolostomi berdasarkan lokasinya; transversokolostomi merupakan kolostomi di kolon transversum, sigmoidostomi yaitu kolostomi di sigmoid, kolostomi desenden yaitu kolostomi di kolon desenden dan kolostomi asenden, adalah kolostomi di asenden (Suriadi, 2006) .

       C.     Indikasi Kolostomi
1.        Atresia Ani
Penyakit atresia ani adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembuatan lubang anus yang tidak berhubungan langsung dengan rektum (Purwanto, 2001). Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rektum atau keduanya (Betz, 2002). Menurut Suriadi (2006), Atresi ani atau imperforata anus adalah tidak komplit perkembangan embrionik pada distal usus (anus) tertutupnya anus secara abnormal.
2.        Hirschprung
Penyakit Hirschprung atau megakolon aganglionik bawaan disebabkan oleh kelainan inervasi usus, mulai pada sfingter ani interna dan meluas ke proksimal, melibatkan panjang usus yang bervariasi (Nelson, 2000). Penyakit Hischprung disebut juga kongenital aganglionosis atau megacolon yaitu tidak adanya sel ganglion dalam rectum dan sebagian tidak ada dalam colon (Suriadi, 2006)


3.        Malforasi Anorektum
Istilah Malforasi Anorektum merujuk pada suatu spektrum cacat. Perhatian utama ditujukan pada pengendalian usus selanjutnya, fungsi seksual dan saluran kencing. Beberapa kelainan yang memerlukan pembedahan kolostomi adalah:
a.    Fistula Rektovesika
Pada penderita Fistula Rektovesika, rektum berhubungan dengan saluran kencing pada setinggi leher vesika urinaria. Mekanisme sfingter sering berkembang sangat jelek. Sakrum sering tidak terbentuk atau sering kali tidak ada. Perineum tampak datar. Cacat ini mewakili 10% dari seluruh penderita laki-laki dengan cacat ini. Prognosis fungsi ususnya biasanya jelek. Kolostomi diharuskan selama masa neonatus yang disertai dengan operasi perbaikan korektif (Nelson, 2000).
b.    Fistula Rektouretra
Pada kasus Fistula Rektouretra, rektum berhubungan dengan bagian bawah uretra atau bagian atas uretra. Mereka yang mempunyai Fistula Rektoprostatik mengalami perkembangan sakrum yang jelek dan sering perineumnya datar. Penderita ini mengalami kolostomi protektif selama masa neonatus. Fistula Rektouretra merupakan cacat anorektum yang paling sering pada penderita laki-laki ( Nelson, 2000).
c.    Atresia Rektum
Atresia Rektum adalah cacat yang jarang terjadi, hanya 1% dari anomali anorektum. Tanda yang unik pada cacat ini adalah bahwa penderita mempunyai kanal anus dan anus yang normal (Nelson, 2000).
d.   Fistula Vestibular
Fistula Vestibular adalah cacat yang paling sering ditemukan pada perempuan. Kolostomi proteksi diperlukan sebelum dilakukan operasi koreksi, walaupun kolostomi ini tidak perlu dilakukan sebagai suatu tindakan darurat karena fistulanya sering cukup kompeten untuk dekompresi saluran cerna ( Nelson, 2000).
e.    Kloaka Persisten
Pada kasus Kloaka Persisten, rektum, vagina, dan saluran kencing bertemu dan menyatu dalam satu saluran bersama. Perineum mempunyai satu lubang yang terletak sedikit di belakang klitoris. Kolostomi pengalihan terindikasi pada saat lahir, lagipula penderita yang menderita kloaka mengalami keadaan darurat urologi, karena sekitar 90% diserai dengan cacat urologi. Sebelum kolostomi, diagnosis urologi harus ditegakkan untuk mengosongkan saluran kencing, jika perlu pada saat yang bersamaan dilakukan kolostomi (Nelson, 2000).

      D.     Komplikasi Kolostomi
Insidens komplikasi untuk pasien dengan kolostomi sedikit lebih tinggi dibandingkan pasien ileostomi. Beberapa komplikasi umum adalah prolaps stoma, perforasi, retraksi stoma, impaksi fekal dan iritasi kulit. Kebocoran dari sisi anastomotik dapat terjadi bila sisa segmen usus mengalami sakit atau lemah. Kebocoran dari anastomotik usus menyebabkan distensi abdomen dan kekakuan, peningkatan suhu, serta tanda shock. Perbaikan pembedahan diperlukan (Brunner dan Suddarth, 2000).
       E.     Perawatan Kolostomi
Fungsi kolostomi akan mulai tampak pada hari ke 3 sampai hari ke 6 pascaoperatif. Perawat menangani kolostomi sampai pasien dapat mengambil alih perawatan ini. Perawatan kulit harus diajarkan bersamaan dengan bagaimana menerapkan drainase kantung dan melaksanakan irigasi.



Menurut Brunner dan suddarth (2000), ada beberapa yang harus diperhatikan dalam menangani kolostomi, antara lain;
1.        Perawatan Kulit
Rabas efluen akan bervariasi sesuai dengan tipe ostomi. Pada kolostomi transversal, terdapat feses lunak dan berlendir yang mengiritasi kulit. Pada kolostomi desenden atau kolostomi sigmoid, feses agak padat dan sedikit mengiritasi kulit. Pasien dianjurkan melindungi kulit peristoma dengan sering mencuci area tersebut menggunakan sabun ringan, memberikan barrier kulit protektif di sekitar stoma, dan mengamankannya dengan meletakan kantung drainase. Kulit dibersihkan dengan perlahan menggunakan sabun ringan dan waslap lembab serta lembut. Adanya kelebihan barrier kulit dibersihkan. Sabun bertindak sebagai agen abrasif ringan untuk mengangkat residu enzim dari tetesan fekal. Selama kulit dibersihkan, kasa dapat digunakan untuk menutupi stoma.
2.        Memasang Kantung
Stoma diukur untuk menentukan ukuran kantung yang tepat. Lubang kantung harus sekitar 0,3 cm lebih besar dari stoma. Kulit dibersihkan terlebih dahulu. Barier kulit peristoma dipasang. Kemudian kantung dipasang dengan cara membuka kertas perekat dan menekanya di atas stoma. Iritasi kulit ringan memerlukan tebaran bedak stomahesive sebelum kantung dilekatkan.
3.        Mengangkat Alat Drainase
Alat drainase diganti bila isinya telah mencapai sepertiga sampai seperempat bagian sehingga berat isinya tidak menyebabkan kantung lepas dari diskus perekatnya dan keluar isinya. Pasien dapat memilih posisi duduk atau berdiri yang nyaman dan dengan perlahan mendorong kulit menjauh dari permukaan piringan sambil menarik kantung ke atas dan menjauh dari stoma. Tekanan perlahan mencegah kulit dari trauma dan mencegah adanya isi fekal yang tercecer keluar.

4.        Mengirigasi Kolostomi
Tujuan pengirigasian kolostomi adalah untuk mengosongkan kolon dari gas, mukus, dan feses. Sehingga pasien dapat menjalankan aktivitas sosial dan bisnis tanpa rasa takut terjadi drainase fekal. Dengan mengirigasi stoma pada waktu yang teratur, terdapat sedikit gas dan retensi cairan pengirigasi